URL : http://downloads.totallyfreecursors.com/thumbnails/monkey-ani.gif kelompok6 ipa 1
Powered By Blogger

Senin, 05 November 2012

SEONGGOK MAAF
Buah karya: Novenia Munenda
14/04/2012

Awalnya, aku kira semua orang terlahir tanpa seorang ayah. Sejak kecil, aku belum pernah bertemu ayahku. Dan aku tak pernah mempertanyakan perihal keberadaan ayah kepada ibu.
Hingga suatu hari, saat sedang membantu ibu memasak, iseng aku bertanya kepada ibu, apakah aku mempunyai ayah? Ibu hanya terdiam dan mengangguk pelan. Walau hanya anggukan kecil, aku senang itu berarti aku mempunyai ayah. Sebenarnya aku ingin bertanya lagi kepada ibu, dimana ayah? Namun, melihat raut muka ibu yang berubah menjadi raut kesedihan, ku urungkan niatku untuk bertanya. Aku berusaha memendam pertanyaan itu, namun ibu sudah mengetahui apa yang ada di benakku. Kemudian, ibu menyuruhku ke kamar dan belajar. Ku turuti perintah ibu dan kutinggalkan satu kalimat permohonan kepada ibu, ku harap, aku bisa bertemu ayahku.
© © ©
Pulang kuliah, aku menaiki angkot jurusan Gunung Ibul. Tiba di depan rumah, ku dapati seorang lelaki mengetuk pintu. Ku dekati dia. Tak lama kemudian ibu membuka pintu. Ibu menyuruhku duduk di sebelah lelaki itu. Kemudian ia menjelaskan semuanya, bahwa lelaki itu adalah ayahku. Satu sisi, aku senang bisa bertemu ayah. Namun disisi lain, aku benci ayah. Aku tak suka sifat ayah yang begitu saja meninggalkan ibu yang sedang mengandung aku di rahimnya. Sekarang aku tahu bahwa semua laki-laki itu sama saja, pembohong, tidak bertanggung jawab.
Hari demi hari ku coba untuk membiasakan diri menerima ayah dalam kehidupanku. Pergi ke pasar, ke taman, selalu bersama ayah. Membuat aku semakin dekat dengan ayah. Lambat laun, kasih sayangku kepada ayah tumbuh seiring bergantinya waktu. Aku tahu, seburuk apapun ayah, tetap saja dia ayahku. Ayah kandungku.
© © ©
            Hari ini, aku ada janji dengan ayah untuk menemaninya ke pasar. Seperti biasa, pulang kuliah aku menaiki angkot untuk pulang ke rumah. Di tengah perjalanan, handphoneku berbunyi. Pada layar handphone tertera nama penelepon, ibu. Ku jawab telepon dari ibu. Ibu memberi kabar bahwa ayah sedang koma di rumah sakit. Seketika jantungku berdetak kencang. Tubuhku merinding. Aku lemas, takut, khawatir.
            Aku berlari di sepanjang koridor rumah sakit menuju ruang dimana ayahku terbaring. Pada daun pintu, tertulis nama Sumanto, ayahku. Tanpa pikir panjang, aku menerobos masuk ke dalamnya.
            Ayah, bangun ayah. aku tak mau kehilangan ayah untuk kedua kalinya. Andai ayah tahu, saat ini batinku menjerit, menangis. Ayah, maafkan aku. Aku sayang ayah. Ayah bangun.
            Air mataku tak terbendung lagi. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku masih ingat janjiku kepada ayah untuk menemaninya ke pasar. Tapi, aku tak bisa mewujudkan janjiku. Ayah, maafkan aku.
            Tiba-tiba alat yang dihubungkan ke tubuh ayah berbunyi panjang.
Tuuuuuuutt...........
Innalillahi wainnailaihiraji’un.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar